Indonesia disebut Negara Hukum dalam
arti bahwa segala persoalan & silang sengketa dalam hidup bermasyarakat
& bernegara harus disesuaikan dengan ketentuan hukum yang berlaku oleh
pemegang otoritas hukum yang sah, dalam negara hukum tidak adalagi tempat bagi
penyelesaian sengketa dengan adu otot atau kekerasan antara para pihak atau
penyelesaian sengketa perkara berdasarkan rasa suka atau benci (like &
dislike).
Negara hukum, dengan karakternya,
yang seperti itu disebut pula negara beradab, negara yang dikelola dengan akal
budi menusiawi bukan oleh nafsu kebinatangan (bahamy). Yang dimaksud dengan
"hukum" disini adalah sistem norma atau peraturan yang bersifat
mengikat dan karenanya bisa dipaksakan oleh pihak atau lembaga yang secara
resmi diberi kewenangan untuk itu , materi atau isi norma atau peraturan
tersebut bisa diambil dari hukum agama, hukum adat atau bahkan dari hukum
negara lain yang telah diadopsi sebagai hukum positif melalui proses legalisasi
yang disepakati bersama.
Diatas segalanya semua materi hukum tersebut dari manapun
asal-usulnya sejalan dengan prinsip-prinsip dasar dalam konstistusi yang
muaranya adalah keadilan.
Adapun pandangan dari Plato
dan Aristoteles adalah sebagai berikut :
Plato, menurutnya keadilan
hanya dapat ada di dalam hukum dan perundang-undangan yang dibuat oleh para
ahli yang khusus memikirkan hal itu.[4].Untuk
istilah keadilan ini Plato menggunakan kata yunani” Dikaiosune” yang
berarti lebih luas, yaitu mencakup moralitas individual dan sosia.l[5]
penjelasan tentang tema keadilan diberi ilustrasi dengan pengalaman saudagar
kaya bernama Cephalus. Saudagar ini menekankan bahwa keuntungan besar akan
didapat jika kita melakukan tindakan tidak berbohong dan curang. Adil
menyangkut relasi manusia dengan yang lain[6]
Aristoteles, adalah
seorang filosof pertama kali yang merumuskan arti keadilan. Ia mengatakan bahwa
keadilan adalah memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya, fiat
jutitia bereat mundus. [7]
Selanjutnya dia membagi keadilan dibagi menjadi dua bentuk yaitu :
Pertama, keadilan distributif,
adalah keadilan yang ditentukan oleh pembuat undang-undang, distribusinya
memuat jasa, hak, dan kebaikan bagi anggota-anggota masyarakat menurut prinsip
kesamaan proporsional.
Kedua, keadilan korektif, yaitu
keadilan yang menjamin, mengawasi dan memelihara distribusi ini melawan
serangan-serangan ilegal. Fungsi korektif keadilan pada prinsipnya diatur oleh
hakim dan menstabilkan kembali status quo dengan cara mengembalikan
milik korban yang bersangkutan atau dengan cara mengganti rugi atas miliknya
yang hilang[8]
sedangkan dalam jawa disampaikan bahwa takaran sebuah keadilan itu berdasarkan rasa, dimana rasa menjadi tolak ukur untuk mempertimbangkan segala sesuatu, dengan kata lain bahwa rasa menjadi hakim setiap perkara yang muncul, karna itu orang jawa dulu.