Jumat, 07 Oktober 2016

Negara hukum

Indonesia disebut Negara Hukum dalam arti bahwa segala persoalan & silang sengketa dalam hidup bermasyarakat & bernegara harus disesuaikan dengan ketentuan hukum yang berlaku oleh pemegang otoritas hukum yang sah, dalam negara hukum tidak adalagi tempat bagi penyelesaian sengketa dengan adu otot atau kekerasan antara para pihak atau penyelesaian sengketa perkara berdasarkan rasa suka atau benci (like & dislike).

Negara hukum, dengan karakternya, yang seperti itu disebut pula negara beradab, negara yang dikelola dengan akal budi menusiawi bukan oleh nafsu kebinatangan (bahamy). Yang dimaksud dengan "hukum" disini adalah sistem norma atau peraturan yang bersifat mengikat dan karenanya bisa dipaksakan oleh pihak atau lembaga yang secara resmi diberi kewenangan untuk itu , materi atau isi norma atau peraturan tersebut bisa diambil dari hukum agama, hukum adat atau bahkan dari hukum negara lain yang telah diadopsi sebagai hukum positif melalui proses legalisasi yang disepakati bersama.
 
Diatas segalanya semua materi hukum tersebut dari manapun asal-usulnya sejalan dengan prinsip-prinsip dasar dalam konstistusi yang muaranya adalah keadilan

Adapun pandangan dari Plato dan Aristoteles adalah sebagai berikut :

Plato,  menurutnya keadilan hanya dapat ada di dalam hukum dan perundang-undangan yang dibuat oleh para ahli yang khusus memikirkan hal itu.[4].Untuk istilah keadilan ini Plato menggunakan kata yunani” Dikaiosune” yang berarti lebih luas, yaitu mencakup moralitas individual dan sosia.l[5] penjelasan tentang tema keadilan diberi ilustrasi dengan pengalaman saudagar kaya bernama Cephalus. Saudagar ini menekankan bahwa keuntungan besar akan didapat jika kita melakukan tindakan tidak berbohong dan curang. Adil menyangkut relasi manusia dengan yang lain[6]

Aristoteles, adalah seorang filosof pertama kali yang merumuskan arti keadilan. Ia mengatakan bahwa keadilan adalah memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya, fiat jutitia bereat mundus. [7]  Selanjutnya dia membagi keadilan dibagi menjadi dua bentuk yaitu :

Pertama, keadilan distributif, adalah keadilan yang ditentukan oleh pembuat undang-undang, distribusinya memuat jasa, hak, dan kebaikan bagi anggota-anggota masyarakat menurut prinsip kesamaan proporsional. 

Kedua, keadilan korektif, yaitu keadilan yang menjamin, mengawasi dan memelihara distribusi ini melawan serangan-serangan ilegal. Fungsi korektif keadilan pada prinsipnya diatur oleh hakim dan menstabilkan kembali status quo dengan cara mengembalikan milik korban yang bersangkutan atau dengan cara mengganti rugi atas miliknya yang hilang[8]

sedangkan dalam jawa disampaikan bahwa takaran sebuah keadilan itu berdasarkan rasa, dimana rasa menjadi tolak ukur untuk mempertimbangkan segala sesuatu, dengan kata lain bahwa rasa menjadi hakim setiap perkara yang muncul, karna itu orang jawa dulu.